Jakarta, 13 September 2025
Sebagai tindak lanjut perumusan regulasi dan kebijakan yang lebih baik dan pengumpulan bahan identifikasi kebutuhan analisis dan evaluasi penyusunan peraturan perundang-undangan melalui penyebarluasan produk hukum yang relevan dan efektif. Biro Hukum c.q Tim Kerja Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Instrumen Hukum dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan melaksanakan kegiatan Diseminasi Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 10 Tahun 2025 tentang Mekanisme Persetujuan dari Kepala Desa dalam rangka Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih dan Rancangan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2026 yang terbagi dalam 3 kegiatan. Pertama dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 4 September 2025 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Sumatera Barat. Kedua dilaksanakan pada tanggal 8 s.d 10 September 2025 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur dan Kantor Sekretariat Tenaga Pendamping Profesional Provinsi Jawa Timur. Ketiga dilaksanakan pada tanggal 10 s.d 12 September 2025 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Sumatera Selatan di Kota Palembang.
Dalam pelaksanaan diseminasi terdapat beberapa masukan:
- Mengusulkan agar padat karya tunai di desa dihilangkan menjadi kegotongroyongan masyarakat karena tidak berjalan dengan efektif, dulu saat pandemi COVID-19 memang efektif seperti di Minangkabau. Namun saat ini lebioh baik dihilangkan saja;
- Pembiayaan bagi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 10 Tahun 2025. Bahwa dukungan Pengembalian Pinjaman yang bersumber dari Dana Desa diberikan paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari pagu Dana Desa per tahun. Dan ketentuan mengenai pemberian imbal jasa sebesar paling sedikit 20% kepada pemerintah desa yang ditetapkan melalui rapat anggota koperasi;
- Menyelaraskan pola kerja TPP dengan program-program lintas sektor yang bersinggungan langsung dengan masyarakat desa, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) maupun penyuluh pertanian. Integrasi ini penting agar tugas pendampingan masyarakat desa dapat dilakukan secara lebih efektif dalam satu pintu kebijakan, sesuai kerangka Peraturan Pemerintah yang lebih komprehensif dibandingkan hanya diatur melalui Peraturan Menteri. Pendekatan satu pintu diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih tugas, memperjelas alur koordinasi, dan meningkatkan kualitas layanan pendampingan bagi desa;
- Para TPP mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensi penggunaan Dana Desa sebagai jaminan angsuran pinjaman Kopdes/Kelurahan Merah Putih. Hal ini dipandang berisiko karena Dana Desa bersumber dari APBN yang telah ditetapkan penggunaannya untuk program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai prioritas nasional. TPP mendorong agar kewajiban angsuran pinjaman Kopdes/Kelurahan Merah Putih dipenuhi dari hasil usaha koperasi itu sendiri, bukan dari Dana Desa;
- Pasca pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Jawa Timur, keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tetap memiliki peran strategis sebagai motor penggerak ekonomi desa. BUMDes yang selama ini menjadi wadah pengelolaan usaha desa kini didorong untuk bersinergi dengan koperasi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih fungsi melainkan tercipta integrasi usaha. Dalam skema ini, BUMDes dapat bertindak sebagai mitra bisnis, pemasok, atau pengelola unit usaha yang kemudian bermuara pada koperasi sebagai payung kelembagaan ekonomi desa;
- Selain itu, kesulitan dalam mengakses regulasi peraturan perundang-undangan tentang desa di Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi salah satu faktor kurangnya informasi yang relevan dan terkini, karena keterbatasan fitur yang memadai sehingga perlu perbaikan terhadap fitur Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Diantara beberapa masukan kegiatan diseminasi ini juga menjadi wadah koordinasi untuk menyampaikan saran masukan dan mengungkap beberapa hambatan antara lain masih terbatasnya pemahaman pemerintah desa mengenai regulasi pembiayaan koperasi, variasi kapasitas SDM pendamping desa, dan keterbatasan fasilitas pendukung seperti jaringan pasar dan modal awal. Kondisi ini menyebabkan sebagian koperasi yang telah terbentuk belum sepenuhnya aktif menjalankan kegiatan usaha. Perlu langkah percepatan berupa pelatihan tambahan, penyusunan pedoman teknis yang lebih rinci, serta dukungan lintas sektor antara Dinas PMD, Dinas Koperasi, perbankan, dan BUMDes.
Kegiatan diseminasi ini menekankan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. perlu adanya identifikasi dan diseminasi yang digunakan untuk menilai secara sistematis, komperehensif dan partisipatif dampak positif dan negatif dari suatu peraturan perundang-undangan maupun rancangan peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat luas.
Biro Hukum, Sekretariat Jenderal
Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.