Yogyakarta - Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama Kejaksaan Agung Republik Indonesia menggelar Rapat Pengawasan Pendistribusian dan Pemanfaatan Dana Desa Tahun 2019 di Indoluxe Hotel 13-15 Februari 2019.
Sebanyak 200 peserta yang merupakan Jaksa dari Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri serta jajaran pemda dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY ikut dalam agenda rapat membahas pengawalan dana desa agar tak salah peruntukannya.
Anwar Sanusi, Sekjen Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengatakan dana desa menjadi salah satu program unggulan pemerintah yang berusaha mewujudkan impian masyarakat desa memandirikan wilayahnya. Namun, Kementrian menurut Sanusi tidak memungkiri adanya ketidakpahaman perangkat desa dalam implementasi peruntukannya yang membuat banyak kekhawatiran pelanggaran hukum.
“Karena itu kami menggandeng kejaksaan sebagai salah satu institusi tepat untuk bersama mengawal program prioritas dana desa ini. Program ini strategis dan harus kita kawal bersama. Kejaksaan paling strategis untuk meyakinkan bahwa dana desa peruntukannya sangat mulia yakni mengabulkan doa orang desa yang menginginkan agar desanya lebih maju, makmur dan mandiri,” ungkapnya di sela pembukaan rapat Rabu (13/2/2019) malam.
Dana desa yang digelontorkan sejak 2015 lalu dan mencapai Rp 257 trilyun hingga akhir 2019 menurut Anwar telah menghasilkan perubahan signifikan pada wajah desa mulai pembangunan jalan, jembatan hingga terciptanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bermanfaat bagi masyarakat. 148 dari total 45 ribu lebih BUMDes bahkan diakui Anwar telah membukukan omset lebih dari Rp 1 miliar pertahunnnya. Setelah infrastruktur, lantas kita dorong desa menemukan produk unggulan dan punya BUMDes. Saat ini sudah ada 45 ribu lebih dan 148 diantarannya omsetnya di atas Rp 1 miliar bahkan ada yang Rp 30 miliar seperti Ponggok di Klaten.
Nantinya fungsi pemerintah pusat bisa digeser ke pemerintah desa, misalnya punya beasiswa pendidikan dan kesehatan masyarakat yang sudah terjadi di beberapa desa,” sambung dia.
Sementara Djan S Maringka SH, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen mengungkap pihaknya kini berusaha ikut ambil bagian dalam mengawal program unggulan pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat. Program Jaga Desa yang telah dilaksanakan sejak akhir 2018 lalu pun semakin digelorakan untuk memastikan dana desa tepat pada peruntukannya.
“Kami usung program Jaga Desa untuk menggiring pembangunan, bagaimana pendistribusian dana desa tepat waktu dan tepat sasaran. Ini peran serta penegak hukum dalam percepatan pembangunan. Kerjasama ini jadi modal selanjutnya akan ke berbagai wilayah lainnya agar punya pemahaman sama agar kita berkontribusi tidak membuat merasa takut namun berubah sebaliknya,” ungkap Djan.
Kejaksaan menurut Djan saat ini juga tengah mengubah paradigma dalam pendekatan penegakan hukum. Kejaksaan yang selaa ini dikenal dengan tindakan represifnya kini mulai berubah pada pencegahan.
“Daripada kita berlomba represif untuk tindak pidana korupsi, jauh lebih baik jika kita cegah tindak pidana tersebut. Rp 70 Trilyun untuk 74 ribu desa tahun 2019 ini harus terdistribusi dengan baik dan merata serta sesuai peruntukannya. Ini peran jaksa di sini untuk memastikan hal tersebut. Harapannya bisa bersinergi agar pendistribusian dan pemanfaatan bisa maksimal dan tepat sasaran,” pungkas dia.